Jumat, 29 Mei 2015

Hubungan antara Kesehatan Mental dengan Kecerdasan Emosional

A.   Sehat, Kesehatan dan Sehat Mental

DEFINISI SEHAT. Sehat (Health) secara umum dapat dipahami sebagai kesejahteraan secara penuh (keadaan yang sempurna) baik secara fisik, mental, maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau keadaan lemah. Sedangkan di Indonesia, UU Kesehatan No. 23/ 1992 menyatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial dimana memungkinkan setiap manusia untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis. World Health Organization (WHO, 2001), menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya.

INDIVIDU YANG SEHAT MENTAL. Pribadi yang normal/ bermental sehat adalah pribadi yang menampilkan tingkah laku yang adekuat & bisa diterima masyarakat pada umumnya, sikap hidupnya sesuai norma & pola kelompok masyarakat, sehingga ada relasi interpersonal & intersosial yang memuaskan (Kartono, 1989). Sedangkan menurut Karl Menninger, individu yang sehat mentalnya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan orang lain, serta memiliki sikap hidup yang bahagia. Saat ini, individu yang sehat mental dapat dapat didefinisikan dalam dua sisi, secara negatif dengan absennya gangguan mental dan secara positif yaitu ketika hadirnya karakteristik individu sehat mental. Adapun karakteristik individu sehat mental mengacu pada kondisi atau sifat-sifat positif, seperti: kesejahteraan psikologis (psychological well-being) yang positif, karakter yang kuat serta sifat-sifat baik/ kebajikan (virtues) (Lowenthal, 2006).

RUANG LINGKUP DALAM KESEHATAN MENTAL. Adapun tujuan dan sasaran dalam Gerakan Kesehatan Mental itu sendiri meliputi tujuannya:
a. memahami makna sehat mental dan faktor-faktor yang mempengaruhinya 12 Kesehatan  Mental
b. memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penanganan kesehatan mentalb. memahami pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penanganan kesehatan mental
 c. memiliki kemampuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan kesehatan mental masyarakat
d. memiliki sikap proaktif dan mampu memanfaatkan berbagai sumber daya dalam upaya penanganan kesehatan mental masyarakat e. meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi timbulnya gangguan mental.
                         
KONSEPSI YANG SALAH MENGENAI KESEHATAN MENTAL. Selama ini masih banyak mitos dan konsepsi yang diyakini masyarakat Indonesia mengenai Kesehatan Mental yang keliru, antara lain: gangguan mental adalah herediter/ diturunkan, gangguan mental tidak dapat disembuhkan, gangguan mental muncul secara tiba-tiba, gangguan mental merupakan aib/ noda bagi lingkungannya, gangguan mental merupakan peristiwa tunggal, seks merupakan penyebab munculnya gangguan mental, kesehatan mental cukup dipahami dan ditangani oleh satu disiplin ilmu saja, kesehatan mental dipandang sama dengan “ketenangan batin”, yang dimaknai sebagai tidak ada konflik, tidak ada masalah, hidup tanpa ambisi, pasrah.

B.   Paradigma dalam Kesehatan Mental

Prinsip-prinsip dalam memahami Kesehatan Mental telah diungkap Schneiders sejak tahun 1964, yang mencakup tiga hal : 11 prinsip yang didasari atas sifat manusia, yaitu:
 1. Kesehatan dan penyesuaian mental tidak terlepas dari kesehatan fisik dan integritas organisme.
2. Dalam memelihara kesehatan mental, tidak terlepas dari sifat manusia sebagai pribadi yang bermoral, intelek, religius, emosional, dan sosial.
3. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi dan pengendalian diri, meliputi: pengendalian pemikiran, imajinasi, hasrat, emosi dan perilaku.
 4. Memperluas pengetahuan diri merupakan keharusan dalam pencapaian dan memelihara kesehatan mental.
5. Kesehatan mental memerlukan konsep diri yang sehat, meliputi: penerimaan dan usaha yang realistik terhadap status dan harga diri.
 6. Pemahaman dan penerimaan diri harus ditingkatkan dalam usaha meningkatkan diri dan realisasi diri untuk mencapai kesehatan mental.
7. Stabilitas mental memerlukan pengembangan yang terusmenerusdalam diri individu, terkait dengan: kebijaksanaan, keteguhan hati, hukum, ketabahan, moral, dan kerendahan hati.
8. Pencapaian dalam pemeliharaan kesehatan mental terkait dengan penanaman kebiasaan baik.
 9. Stabilitas mental menuntut kemampuan adaptasi, kapasitas mengubah situasi dan kepribadian.
10. Stabilitas mental memerlukan kematangan pemikiran, keputusan, emosionalitas, dan perilaku.
11. Kesehatan mental memerlukan belajar mengatasi secara efektif dan secara sehat terhadap konflik mental, kegagalan, serta ketegangan yang timbul.


A.   Pengertian dan Fungsi Emosi
DEFINISI EMOSI. Emosi dalam bahasa Latin memiliki arti: “move out” (bergerak keluar). Emosi (emotion) merupakan gabungan kata e untuk energi dan motion untuk pergerakan, sehingga emosi menggerakkan kita untuk bertindak agar dapat bertahan dari ancaman, mendapat kedekatan sosial, dan prokreasi (Gentry, 2007). Emosi adalah suatu kompleks keadaan dari kewaspadaan yang meliputi sensasi (di bagian dalam) & ekspresi (di bagian luar), yang merupakan kekuatan untuk memotivasi individu dalam bertindak (Atwater, 1983). Emosi merupakan pola yang kompleks dari perubahan yang terjadi pada bangkitan/ getaran fisiologis, perasaan subjektif, proses kognitif, dan reaksi perilaku (Atwater & Duffy, 2005). Emosi memang sulit didefinisikan, akan tetapi dapat diungkap bahwa emosi selalu terkait dengan perasaan (feeling), perilaku (behaviour), perubahan fisiologis (physiological change), dan kognisi. Fungsi utama emosi adalah untuk memberi informasi
kepada individu mengenai interaksinya dengan dunia luar (Strongman, 2006). Gentry menjelaskan bahwa Alexithymia merupakan istilah psikiatris untuk seseorang yang mengalami kekurangan dalam emosinya, yaitu: sulit membedakan perasaan yang dimilikinya, merasa sulit berinteraksi dengan orang lain, kewaspadaan emosional yang kurang, kurang dapat merasa senang, sulit membedakan emosi dengan getaran tubuh, secara berlebihan menggunakan logika dalam pengambilan keputusan, kurang dapat bersimpati dengan orang lain, menunjukkan kebingungan ketika menghadapi emosi orang lain, tidak tergugah oleh seni, karya sastra, atau musik, hanya memiliki sedikit memori emosional (misal: memori masa kanak-kanak).

KOMPONEN EMOSI. Atwater (1983), mengungkap komponen dalam emosi menjadi: perubahan fisiologis, termasuk sensasi tubuh (fisik); kewaspadaan subjektif & interpretasi penuh makna dari suatu sensasi; kemungkinan diekspresikannya kewaspadaan tersebut dalam perilaku yang overt (tampak). Dalam perkembangannya (Atwater & Duffy, 2005), komponen emosi diungkap dalam 4 hal yang saling terkait, yaitu: 1. Bangkitan/ getaran fisilogis Emosi melibatkan kerja otak, sistem saraf, dan hormon, sehingga ketika individu dibangkitkan emosinya, maka secara fisiologis juga terbangkit. Terbangkitnya emosi membutuhkan energi dalam tubuh dan bahkan menurunkan ketahanan tubuh terhadap penyakit. 2. Perasaan subjektif Emosi melibatkan kewaspadaan subjektif/ perasaan yang memiliki elemen menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka. 3. Proses kognitif Emosi juga melibatkan proses kognitif, seperti: memori, persepsi, ekspetansi, dan interpretasi. Satu peristiwa Æ beda makna bagi beda individu. 4. Reaksi perilaku Reaksi perilaku yang terlibat dalam emosi dapat berbentuk ekpresif dan instrumental. Contoh reaksi ekpresif: ekspresi wajah, gesture, nada suara. Contoh reaksi instrumental : menangis karena distres, melarikan diri dari masalah.

B.   Kecerdasan Emosi

CIRI-CIRI CERDAS EMOSI. Individu yang memiliki kecerdasan emosi dapat terungkap melalui kemampuannya memotivasi diri & bertahan menghadapi frustrasi, dapat mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mampu mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, serta dapat berempati dan selalu berdoa. WILAYAH DALAM KECERDASAN EMOSI. Ada empat ranah dalamKecerdasaan Emosi (Emotional Quotion), yaitu: 1. KESADARAN DIRI, yaitu mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi, yang meliputi: kesadaran emosi, penilaian diri secara teliti dan percaya diri. 2. MENGELOLA EMOSI, yaitu kemampuan menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap tanpa melewati kewajaran, meliputi: kendali diri, dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptibilitas, dan inovasi, 3. MEMOTIVASI DIRI SENDIRI, yaitu memiliki kecenderungan emosi yang mendorong pencapaian tujuan, meliputi dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif, serta optimisme. 4. MENGENALI EMOSI ORANG LAIN, yaitu memiliki kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain, yang terdiri dari memahami orang lain, orientasi akan pelayanan, dan mampu mengembangkan orang lain, serta mengatasi keberagaman, mampu berkomunikasi dengan baik, merupakan katalisator perubahan, mampu mengelola konflik, mampu berkoolaborasi dan berkooperasi, serta kemampuan bekerja dalam tim.




DAFTAR PUSTAKA:

Sari, Kartika. 2012. Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang


Lur Rochman, Kholil. 2010. Kesehatan Mental. Yogyakarta: STAIN Purwokerto

Fenomena Depresi (Kesehatan Mental)

A.Pengertian Depresi
Depresi adalah gangguan mood  (kondisi emosional) berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang dan kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain seolah ada penghalang yang tampak atau timbul tanpa alasan yang jelas. Depresi dapat diartikan sebagai suatu reaksi yang berlebihan terhadap suatu kejadian yang menjadi pemicunya. depresi juga dapat diartikan suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik (rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen somatic) anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.
Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda. Depresi yang dialami ini berkolerasi dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang. "ada umumnya, mood yang secara dominan muncul adalah perasaantidak berdaya dan kehilangan harapan

B. Penyebab Depresi

-         Faktor usia
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting, yaitu peralihan dari masa anak-anak kemasa remaja, remaja ke dewasa,masa sekolah ke masa kuliah atau bekerja, serta masa pubertas hingga ke pernikahan. Namun sekarang ini usia rata-rata penderita depresi semakin menurun, yang menunjukkan bahwa remaja dan anak-anak semakin banyak yang terkena depresi. Survei masyarakat terakhir melaporkan adanya prevalensi yang tinggi dari gejala-gejala depresi pada golongan usia dewasa muda yaitu 18 - 44 tahun.

-         Gender
Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita depresi daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah terserang depresi, bisa saja karena wanita lebih sering mengakui adanya depresi daripada pria dan dokter lebih dapat mengenali depresi pada wanita. Bagaimanapun, tekanan pada wanita yang mengarahkan pada depresi. Misalnya, seorang diri dirumah dengan anak-anak kecil lebih jarang ditemui pada pria daripada wanita. Ada juga perubahan hormonal dalam siklus menstruasi yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dan juga menopause yang membuat wanita lebih rentan menjadi depresi atau menjadi pemicu penyakit depresi

-         Gaya hidup
Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat berdampak pada penyakit misalnya penyakit jantung juga dapat memicu kecemasan dan depresi. Tingginya tingkat stress dan kecemasan digabung dengan makanan yang tidak sehat dan kebiasaan tidur serta tidak olahraga untuk jangka waktu yang lama dapat menjadi faktor beberapa orang yang mengalami depresi penelitian menunjukkan bahwa kecemasan dan depresi berhubungan dengan gaya hidup yang tidak sehat pada pasien berisiko penyakit jantung. Gaya hidup yang tidak sehat misalnya tidur tidak teratur, makan tidak teratur, pengawet dan pewarna buatan,kurang berolahraga, merokok, dan minum-minuman keras.

-         Kepribadian
Aspek-aspek kepribadian ikut pula mempengaruhi tinggi rendahnya depresi yang dialami serta kerentanan terhadap depresi. Ada individu-individu yang lebih negative, pesimis, juga tipe kepribadian

CONTOH KASUS
Caleg gagal, curi kotak suara hingga gantung diri

Politik uang dalam Pemilu 2014 mulai menjadi bumerang setelah membagi-bagi uang dan barang, banyak caleg tetap tidak mendapatkan cukup suara sehingga gagal melenggang ke dewan perwakilan. Kecewa, marah dan stress membuat mereka melakukan beragam ulah mulai dari mencuri kotak suara, memblokir perumahan bahkan hingga bunuh diri.
Usai pencoblosan, caleg dari PKS, Muhammad Taufiq (50) misalnya kecewa dan marah karena perolehan suaranya minim. Pria ini ditemani Asmad (50) tiba-tiba keluar dari rumah dan mendatangi TPS 2 Dusun Cekocek, Desa Bierem, Kecamatan Tambelangan, Kabupaten Sampang.
Saat itu, petugas baru saja merampungkan penghitungan suara. Tanpa permisi, Taufiq dan Asmad langsung mengambil paksa sebuah kotak suara di TPS tersebut. 
"Merasa tidak puas dengan hasil perhitungan suara, kedua pelaku pergi ke TKP dan mengambil kotak suara secara paksa, kemudian dibawa ke rumah saudara Taufik," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie sambil menambahkan bahwa kedua pelaku kemudian diamankan Panwascam Tambelangan. 


Analisis Kasus
Menurut kasus diatas, mereka berharap pada pencapaian yang tinggi dan kepuasan diri. Mereka mengira bakal menang dengan mudah setelah memberi uang kepada rakyat untuk memilih korban.
Saat manusia menempatkan suatu tujuan yang terlalu tinggi, mereka memiliki kemungkinan untuk gagal lebih tinggi. Kegagalan sering berakibat terhadap depresi dan orang-orang depresi sering menurunkan nilai pencapaian mereka sendiri. Hasilnya adalah kesedihan kronis, perasaan tidak berharga, perasaan tidak memiliki tujuan, dan depresi yang bertahan. (Bandura 1986, 1997).




DAFTAR PUSTAKA

Lumongga Namora. 2009. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Pranada

Feist, J & Feist, G (2009) Theories of Personality. Penerbit Salemba Humanika